Konflik Antar Suku di Tarakan, Kalimantan Timur dan Penyelesaiannya


TUGAS STUDI PERDAMAIAN INTERNASIONAL
Konflik Antar Suku di Tarakan, Kalimantan Timur dan Penyelesaiannya
 









NAMA KELOMPOK 2:
1.      Florentia Elys W.                             (20160311054085)
2.      Mambri Brian Awom                       (20160311054096)
3.      James R. Rumi                                  (20160311054088)
4.      Lydia F.Waroy                                  (20160311054049)
5.      Olince Degey                                    (20160311054032)






PRODI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS CENDRAWASIH
2019

LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan Negara Maritim yang terdiri dari banyak pulau-pulau, suku bangsa dan mempunyai beraneka-ragam budaya. Akan tetapi kekayaan budaya dan struktur sosial dalam Negara seperti Indonesia ini juga kerap kali memunculkan banyak masalah di antaranya,adanya konflik-konflik ras. Seperti halnya yang terjadi di Tarakan yakni konflik kekerasaan antar-golongan satu sama lain.
Kota Tarakan yang terkenal dengan nama “Bumi Paguntaka” memiliki karakteristik masyarakat yang majemuk, karena terdiri atas sejumlah suku bangsa dan etnis yang hidup saling berdampingan dalam suasana kebudayaan umum-lokal, namun tetap mempertahankan identitas sosial-budayanya. Tarakan merupakan kota yang sangat kaya raya akan sumber minyak mentahnya, sehingga tidak heran kota ini menjadi rebutan dua negara antara Belanda dan Jepang pada saat Indonesia masih belum merdeka. Setelah Indonesia merdekapun, Tarakan masih menjadi sebuah kota yang amat penting di Republik Indonesia ini.

Tarakan yang kini merupakan salah satu kotamadya di Provinsi Kalimantan Timur menjadi pusat industri di bagian utara kalimantan Timur. Hal ini menyebabkan banyaknya pendatang-pendatang yang datang ke Tarakan untuk bekerja. Membeludaknya jumlah pendatang pada akhirnya perlahan demi perlahan menyingkirkan suku asli kota Tarakan yaitu suku Tidung[1].

Suku Tidung yang merupakan suku asli Tarakan ini, akhirnya menjadi kelas bawah (lower class) dalam strata sosial di kampung halamannya sendiri. Hal ini menyebabkan adanya kecemburuan sosial dan ekonomi yang diakibatkan oleh  kesenjangan sosial dan ekonomi antara suku asli pribumi yang merupakan kelas bawah yaitu suku Tidung dengan suku-suku pendatang yang merupakan kelas menengah (middle class) seperti suku Bugis, Pattinjo letta,suku Jawa, suku Banjar, dan lain-lain. Kesenjangan sosial dan ekonomi ini pada akhirnya menimbulkan rasa iri dan dendam yang mengendap dan sewaktu-waktu akan bisa meledak.
Dengan perang terbuka dan korban tewas jatuh dari kedua belah pihak. Konflik di Tarakan terjadi antara 2 kelompok warga. Akibat peristiwa itu seorang warga, Abdullah (50), tewas terkena tusukan senjata tajam. Sebanyak 9 warga lainnya diamankan Polres Tarakan. Peristiwa itu dipicu perselisihan antar 2 kelompok anak muda yang berujung bentrok ratusan orang warga dimana telah terjadi penyerangan ke pemukiman di Tidung kota Tarakan. Massa yang datang menyerbu masuk dari arah pantai, daerah Selumit lalu menyerbu ke pemukiman warga.[2]

Dan pada minggu terakhir di bulan September tepatnya pada 26 September 2010, terjadilah tawuran yang melibatkan suku Tidung dengan suku Pattinjo letta. Peristiwa ini menimbulkan korban jiwa dan eksodus dari masyarakat yang merupakan suku Pattinjo letta ke luar kota Tarakan. Maka dari itu, untuk mengetahui hal-hal apa saja yang mendasari terjadinya konflik pada Minggu, 26 September 2010 di Tarakan yang melibatkan suku Tidung dengan suku Pattinjo letta.[3]

Kota Tarakan lumpuh total. Toko-toko, rumah, pusat perbelanjaan ditutup. Warga ketakutan karena bentrok kembali terjadi dan dikhawatirkan meluas. Ribuan pengungsi korban konflik etnis di Tarakan terus memadati markas TNI .Mereka tersebar antara lain di Markas Batalion Infanteri 163/Raja Alam, Markas TNI Angkatan Udara, dan Markas TNI Angkatan Laut. Selain juga di kantor-kantor Polri seperti Mapolsek, Mapolres, dan Kantor unit satuan lantas Polres Tarakan.







JENIS KEKERASAN KONFLIK ETNIS
Menurut kelompok kami konflik Konflik Antar Suku di Tarakan termasuk kedalam teori Johan Galtung yang merupakan jenis kekerasan  langsung[4]. Definisi kekerasan langsung sendiri adalah kekerasan yang dilakukan secara langsung yang dapat menyakiti pihak tertentu seperti pembunuhan, penganiayaan atau pelecehan. Kekerasan (direct violence) dapat dilihat pada kasus-kasus pemukulan seseorang terhadap orang lainnya dan menyebabkan luka-luka pada tubuh. Suatu kerusuhan yang menyebabkan orang atau komunitas mengalami luka-luka atau kematian dari serbuan kelompok lainnya juga merupakan kekerasan langsung. Ancaman atau teror dari satu kelompok yang menyebabkan ketakutan dan trauma psikis juga merupakan bentuk kekerasan langsung.
Kekerasan yang timbul dalam konflik ini berawaldari rasa ketidaksenangan suku Tidung atas kehadiran suku suku pendatang seperti suku Bugis, Pattinjo letta, suku Jawa, suku Banjar[5], dan lain-lain yang dianggap telah mengambil alih hak-hak dan kekuasaan atas perindustrian di Kalimantan yang terus menimbulkan persaingan yang membuat suku Tidung menjadi tidak terima dengan keadaan yang terjadi sehingga mendorong suku Tidung untuk melakukan kekerasan secara langsung.









UPAYA PENCAPAIAN PERDAMAIAN
Wujud penyelesaian konflik yang dilakukan dengan cara kompromi dan perundingan. Penyelesaian konflik dengan cara ini merupakan bentuk penyelesaian konflik di mana masing-masing pihak tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah (neither win-win nor lose-lose approach).
Penyelesaian konflik di Tarakan yang dilakukan oleh pemerintah yang dalam hal ini dilakukan oleh oknum polisi dan pemerintah daerah. [6]Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak beserta sejumlah pejabat pemerintahan, berhasil mendamaikan dua kelompok warga yang bertikai di Tarakan. Kesepakatan damai itu tercapai dalam suatu pertemuan yang dilaksanakan di ruangan rapat VIP Bandara Internasional Juwata.
Dalam kesepakatan tersebut, Fokum Komunikasi Rumpun Tidung (FKRT) bertindak sebagai pihak pertama dan Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) sebagai pihak kedua, menyepakati sepuluh butir perdamaian. Dalam perundingan kesepakatan tersebut ditandatangani oleh Yancong mewakili KKSS dan Sabirin Sanyong mewakili FKRT. Inti kesepakatan adalah kedua belah pihak mengakhiri segala bentuk pertikaian dan membangun kerjasama harmonis demi kelanjutan pembangunan Kota Tarakan. Kedua belah pihak memahami bahwa apa yang terjadi merupakan murni tindak pidana dan merupakan persoalan individu. Selanjutnya, disepakati pembubaran konsentrasi massa di semua tempat, sekaligus melarang dan atau mencegah penggunaan senjata tajam dan senjata lainnya di tempat-tempat umum. Selain itu, masyarakat yang berasal dari luar Kota Tarakan yang berniat membantu penyelesaian perselisihan agar segera kembali ke daerah masing-masing selambat-lambatnya 1 kali 24 jam. Sedangkan para pengungsi di semua lokasi akan dipulangkan ke rumah masing-masing, difasilitasi Pemkot Tarakan dan aparat keamanan. Apabila kesepakatan damai dilanggar, aparat akan mengambil tindakan tegas sesuai perundang-undangan. Usai penandatangan kesepakatan, seluruh pihak yang terlibat langsung melakukan sosialisasi ke kelompok yang bertikai[7] .
Kesepakatan yang dicapai antara kedua pihak melalui point kesepahaman dalam butir-butir perundingan tersebut menunjukkan terjadinya kelonggaran dan konsesi dari para pihak yang berkonflik. 






KESIMPULAN
Peristiwa yang terjadi di Tarakan menunjukan bahwa Indonesia sebagai salah satu negara terbesar dan terbanyak penduduknya di dunia yang memiliki keberanekaragam suku dan budaya belum mampu untuk menyelesaikan konflik-konflik sosial yang melibatkan suku-suku, agama, ras dan golongan dengan akronim SARA. Konflik-konflik yang muncul ini menyebabkan kekerasan secara langsung yang tejadi antar suku yang memakan banyak korban. namun dibalik konflik ini dapat menunjukan bagaimana suatu konflik diselesaikan atau diatasi dengan metode positive peace building[8].




               






Daftar Pustaka

Jurnal :
Ø  Journal Johan Galtung: Positive and Negative Peace, Author; Baljit Singh Grewal, hlm. 2, 30 Agustus 2003 (www.activeforpeace.org/no/fred/Positive_)
Website :

Komentar

  1. Online Casino - Kaladangpintar
    The best gambling online 온카지노 가입쿠폰 casino in Indonesia is the best. All games and bonuses are developed by Microgaming with no deposit bonus.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mekanisme Sistem Politik menurut Gabriel Almond dan David Easton dan Lingkungan Internal dan Eksternal Sistem Politik

Ringkasan Perjanjian Westphalia

SNSD "Girls Generation"